PEDIANUSANTARA.com – Berikut ini terjemah nadhom Maqsud bab fi’il ‘amar mabni majhul dan maklum. Terjemahan ini adalah lanjutan dari nadhom sebelumnya yakni tentang fi’il madhi, ‘amar dan hamzah washol.
Apa itu Fi’il Mudhore’?
Fi’il mudhore’ adalah kalimat yang menunjukan arti pekerjaan (fi’il) yang berzaman hal (sedang dilakukan) atau istiqbal (akan dilakukan), seperti يَضْرِبُ (sedang/akan memukul).
Anda bisa simak penjelasanya berikut ini, karena kami akan menjelasakan secara lengkap.
فَصْلٌ : فِيْ أَبْنِيَّةِ الْمُضَارِعِ الْمَعْلُوْمِ وَالْمَجْهُوْلِ
(Fashl : Bentuk-Bentuk Fi’il Mudhore’ yang Mabni Maklum dan Majhul)
حَيْثُ لِمَشْهُوْرِ اْلمعَانِ تَأْتِي | ¤ | مُضَارِعًا سِمْ بِحُرُوْفٍ نَأْتِي |
Jadikanlah sebagai tanda fi’il mudhore’ yakni dengan huruf-huruf yang terkumpul pada lafadz نَأْتِي (nun, hamzah, ta’ dan ya), ketika ia datang untuk menunjukan makna-makna yang masyhur.
Penjelasan Syarah:
Fi’il mudhore’ adalah setiap kalimat fi’il yang diawali oleh huruf mudhoro’ah. Huruf mudhoro’ah ada empat yaitu (1) nun, (2) hamzah, (3) ta’, (4) ya’, atau biasa disingkat dengan نَأْتِيْ.
Setiap huruf mudhoro’ah memiliki fungsi dan ketentuan masing-masing ialah sebagai berikut:
- Nun, yaitu untuk menunjukan orang yang berbicara dengan disertai oleh orang lain.
Contoh: نَحْنُ نَتَكَلَّمُ (kita sedang berbicara). - Hamzah, yaitu untuk menunjukan diri sendiri.
Contoh: أَنَا أَقُوْمُ (saya sedang berdiri). - Ta’, yaitu untuk menunjukan orang yang diajak bicara/lawan bicara.
Contoh: أَنْتَ تَشْرَبُ (kamu sedang minum). - Ya’, yaitu untuk menunjukan orang yang tidak ada atau yang dibicarakan (gho’ib/dia).
Contoh: زَيْدٌ يَاْكُلُ (Zaid sedang makan).
Keterangan: Apabila ada kalimat fi’il yang diawali oleh salah satu huruf mudhoro’ah diatas, namun tidak menunjukkan arti yang telah ditentukan, maka ia tidak dinamakan fi’il mudhore’. Misalnya: نَصَرَ (menolong), أَكْرَمَ (memuliakan), تَعَلَّمَ (belajar), يَسَرَ (mudah).
إِلاَّ الرُّبَاعِي غَيرِ ضَمٍّ مُجْتَنَبْ | ¤ | وَإِنْ بِمَعْلُوْمٍ فَفَتْحُهَا وَجَبْ |
Dan ketika ia berada di fi’il yang mabni ma’lum, maka wajib dibaca fathah, kecuali di fi’il ruba’i selain dhommah
Penjelasan Syarah:
Fi’il mudhori’ yang mabni maklum (mabni fa’il) maka huruf mudhoro’ahnya harus dibaca:
- Fathah yaitu apabila berada di fi’il tsulasi mujarrod atau tsulasi mazid khumasi atau sudasi atau fi’il ruba’i mazid.
Contoh: يَنْصُرُ، يَنْكَسِرُ، يَسْتَغْفِرُ، يَتَدَحْرَجُ. - Dhommah yaitu apabila berada di fi’il ruba’i mujarrod atau ruba’i mulhaq atau di fi’il tsulasi mazid ruba’i.
Contoh: يُفَرِّحُ، يُدَحْرِجُ، يُجَلْبِبُ، يُكْرِمُ، يُقَاتِلُ.
مِنَ الَّذِى عَلىَ ثَلاَثَةٍ عَدَا ¤ وَمَا قُبَيْلَ الْأَخِرِ اكْسِرْ أَبَدَا كَاللاَّتِى مِنْ تَفَاعَلَ اْوْ تَفَعْلَلَ ¤ فِيْمَا عَدَا مَا جَاءَ مِنْ تَفَعَّلاَ
Bacalah kasroh selamanya pada huruf sebelum akhir di fi’il mudhori’ dari fi’il-fi’il yang hurufnya melebihi dari tiga.
Kecuali fi’il mudhori’ yang datang dari wazan تَفَعَّلَ seperti halnya yang datang dari wazan تَفَاعَلَ atau تَفَعْلَلَ.
Penjelasan Syarah:
Fi’il mudhori’ mabni fa’il yang datang dari fi’il madhi yang hurufnya empat, lima atau enam itu huruf sebelum akhir harus dibaca:
- Kasroh yaitu apabila tidak mengikuti wazan تَفَعَّلَ، تَفَاعَلَ، تَفَعْلَلَ.
- Fathah yaitu apabila mengikuti wazan تَفَعَّلَ، تَفَاعَلَ، تَفَعْلَلَ.
Sedangkan fi’il mudhori’ yang datang dari fi’il madhi yang terdiri tiga huruf maka huruf sebelum akhirnya ada yang dibaca dhommah, kasroh atau fathah.
Contoh: نَصَرَ – يَنْصُرُ ,ضَرَبَ – يَضْرِبُ، فَتَحَ – يَفْتَحُ.
كَفَتْحِ سَابِقِ اللَّذِىْ بِهِ اخْتُتِمْ ¤ وَإِنْ بِمَجْهُوْلٍ فَضَمُّهَا لَزِمْ
Dan ketika berada di fi’il mudhori’ yang mabni majhul maka dhommahnya itu wajib, seperti fathahnya huruf yang mendahului pada huruf yang akhir.
Penjelasan Syarah:
Fi’il mudhori’ yang mabni majhul (maf’ul) maka huruf mudhoro’ahnya harus dibaca dhommah dan huruf sebelum akhir harus dibaca fathah. Sedangkan huruf yang selain dua huruf tersebut maka tetap seperti ketika mabni fa’il.
Contoh: يُضْرَبُ، يُدَحْرِجُ، يُكْرَمُ، يُؤْتَمَنُ، يُسْتَعْمَلُ.
مِنْ رَفْعٍ اَوْ نَصْبٍ كَذَا جَزْمٌ حَصَلْ ¤ وَأَخِرٌ لَهُ بِمُقْتَضَى الْعَمَلْ
Huruf akhirnya fi’il mudhori’ itu tergantung tuntunan amalnya amil, yaitu dii’robi rofa’ atau nashob begitu juga jazem.
Penjelasan Syarah:
Fi’il mudhori’ itu huruf akhirnya tergantung tuntunan amilnya, yaitu:
- Dibaca rofa’ yaitu apabila tidak ada amil yang menashobkan atau menjazemkan.
Contoh: يَضْرِبُ زَيْدٌ - Dibaca nashob yaitu apabila ada amil yang menashobkan.
Contoh: لَنْ يَضْرِبُ زَيْدٌ - Dibaca jazem yaitu apabila ada amil yang menjazemkan.
Contoh: لَمْ يَضْرِبُ زَيْدٌ
أَوْلَا وَسَكِنٌ إِنْ يَصِحْ كَلِتَمِلْ ¤ أَمْرٌ وَنَهْيٌ إِنْ بِهِ لاَمًا تَصِلْ أَمْثِلَةٍ وَنُوْنُ نِسْوَةٍ تَفِى ¤ وَالْأَخِرَ احْذِفْ إِنْ يُعَلْ كَالنُّوْنِ فِى
Menjadi ‘amar dan nahi apabila ia bertemu dengan lam atau laa, dan sukunlah apabila huruf akhirnya shohih, seperti: لِتَمِلْ.
Dan buanglah huruf akhirnya apabila berupa huruf illat, seperti nun yang berada di af’alul khomsah, dan nun jama’ inas itu ditetapkan.
Penjelasan Syarah:
Fi’il mudhori’ apabila kemasukan lam ‘amar maka menjadi ‘amar gho’ib.
Contoh: لِيَتَعَلَّمْ زَيْدٌ (hendaklah Zaid belajar).
Dan bila kemasukan لا nahi maka ia menjadi nahi gho’ib dan hadir.
Contoh:
لاَ يُسَافِرُ زَيْدٌ (Zaid jangan pergi)
لاَ تُسَافِرُ يَا عَمْرُو (Hai Amar! engkau jangan pergi)
Dan fi’il mudhori’ yang kemasukan lam ‘amar atau لا nahi tersebut maka harus:
- Huruf akhirnya disukun apabila berupa huruf shohih.
Contoh: لِيَضْرِبْ - Huruf akhirnya dibuang apabila berupa huruf ‘illat.
Contoh: لِيَغْزُ، لاَتَغْزُ. - Membuang nun alamat rofa’, apabila bertemu dengan wawu jama’ atau alif tasniyyah atau ya’ mu’annas mukhotobah (af’alul-khomsah).
Contoh: لِيَضْرِبُوْا، لِيَضْرِبَا، لاَيَضْرِبُوْا، لاَتَضْرِبَا. لاَتَضْرَبِى.
Dan apabila akhirnya bertemu dengan nun jama’ inas maka nun jama’ inas tersebut ditetapkan.
Contoh: لِيَضْرِبْنَ، لاَتَضْرِبْنَ.
وَهَمْزٌ إِنْ سُكِّنَ تَالٍ صَيِّرِ ¤ وَبَدْأَهُ احْذِفْ يَكُ أَمْرَ حَاضِرِ بِنَاءَهُ مِثْلَ مُضَارِعٍ جُزِمْ ¤ أَوْ أَبْقِ إِنْ مُحَرَّكاً ثُمَّ الْتُزِمْ
Dan buanglah huruf pemulaannya fi’il mudhori’ maka ia menjadi ‘amar hadir. Dan bila huruf yang mengiringnya disukun maka datangkanlah hamzah.
Dan apabila berharokat maka tetapkanlah, kemudian tetapkanlah mabninya menyamai fi’il mudhori’ yang di jazemkan.
Penjelasan Syarah:
Fi’il mudhori’ apabila huruf awalnya (huruf mudhoro’ah) dibuang maka ia menjadi fi’il ‘amar waqi’ hadir (untuk orang yang hadir).
Contoh: عَدْ asalnya تَعِدُ.
Kemudian apabila huruf yang kedua baca sukun maka harus disambung dengan hamzah washol karena tidak mungkin permulaan kalimah berupa hurufnya mati.
Contoh: أُنْصُرْ asalnya تَنْصُرُ.
Dan apabila huruf yang kedua berharokat maka tetapkanlah seperti semula, dan tidak sambung dengan hamzah washol.
Contoh: دَحْرِجْ asalnya تُدَحْرِجُ
Kemudian mabnikanlah menurut tanda jazemnya fi’il mudhori’, yaitu mabni:
- Sukun yaitu apabila huruf akhirnya berupa huruf shohih. Contoh: إِضْرِبْ.
- Membuang huruf ‘illat yaitu apabila huruf akhirnya berupa huruf illat. Contoh: إِرمِ
- Membuang nun yaitu apabila termasuk af’alul-khomsah. Contoh: اِضْرِبَا، اِضْرِبُوْا، اِضْرِبِى
يُجَاءُ مِنْ عَلِمَ أَوْمِنْ عَزَمَا ¤ كَفَاعِلٍ جِئْ بِاسْمِ فَاعِلٍ كَماَ كَضَخْمٍ أَوْظَرِيْفٍ إِلاَّ مَا نَدَرَ ¤ وَمَاضٍ إِنْ بِضَمٍّ عَيْنٍ اسْتَقَرْ وَالْأَفْعَلِ الْفَعْلاَنِ وَاحْفَظْ مَا نُقِلْ ¤ وَإِنْ بِكَسْرٍ لاَزِمًا جَا كَالْفَعِلْ
Datanglah isim fa’il seperti wazan فَاعَلَ sebagaimana yang didatangkan dari عَلِمَ atau عَزَمَ.
Dan fi’il madhi apabila ‘ain fi’ilnya dibaca dhommah maka isim fa’ilnya seperti ضَخْمٌ atau ظَرِيْفٌ kecuali yang nadir (jarang).
Dan apabila ‘ain fi’ilnya dibaca kasroh serta lazim, maka isim fa’ilnya itu mengikuti wazan فَعِلٌ atau أَفْعَلُ atau فَعْلاَنُ dan periharalah wazan yang dikutip dari orang Arab.
Penjelasan Syarah:
Adapun isim fa’il dari fi’il tsulasi mujarrad maka memiliki ketentuan berikut ini:
- Wazan فَعَلَ maka isim fa’ilnya ikut wazan فَاعِلٌ baik muta’addi maupun lazim.
Contoh: جَلَسَ فَهُوُ جَالِسٌ، ضَرَبَ فَهُوَ ضَارِبٌ - فَعِلَ yang muta’addi itu juga ikut wazan فَاعِلٌ.
Contoh: عَلِمَ فَهُوَ عَالِمٌ - فَعُلَ itu mengikuti wazan فَعْلٌ atau فَعِيْلٌ.
Contoh: ضَحُمَ فَهُوَ ضَخْمٌ، ظَرُفَ فَهُوَ ظَرِيْفٌ. - فَعِلَ yang lazim itu mengikuti wazan فَعِلٌ atau أَفْعَلُ atau فَعْلاَنُ.
Contoh: فَرِحَ فَهُوَ فَرِحٌ، حَمِرَ فَهُوَ أَحْمَرُ، شَبِعَ فَهُوَ شَبْعَانُ
Isim fa’il yang datang dari orang Arab dan tidak mengikuti ketentuan diatas maka dihukumi sama’i. Contoh: سَلِمَ فَهُوَ سَالِمٌ.
جَاءَ اسْمُ مَفْعُلٍ كَذَا قَتِيْلٌ ¤ بِوَزْنِ مَفْعُوْلٌ كَذَا فَعِيْلٌ
Isim maf’ul itu datang dengan wazan مَفْعُوْلٌ dan فَعِيْلٌ seperti ذَا قَتِيْلٌ (ini orang dibunuh).
Penjelasan Syarah:
Isim maf’ul dari fi’il tsulasi mujarrad itu wazannya ada 2 yaitu:
- مَفْعُوْلٌ contoh مَضْرُبٌ (yang dipukul).
- فَعِيْلٌ contoh جَرِيْحٌ (yang dilukai).
Keterangan:
Wazan فَعِيْلٌ itu digunakan untuk isim fa’il juga untuk isim maf’ul. Adapun perbedaanya ialah sebagai berikut:
- Apabila digunakan untuk isim maf’ul maka lafadznya sama antara laki-laki dan perempuan.
Contoh: مَرَرْتُ بِرَجُلٍ قَتِيْلٍ وَامْرَأَةٍ قَتِيْلٍ
(aku lewat bertemu dengan seorang laki laki yang dibunuh dan seorang perempuan yang dibunuh). - Apabila digunakan untuk isim fa’il maka lafadnya laki-laki dan perempuan itu berbeda.
Contoh: مَرَرْتُ بِرَجُلٍ كَرِيْمٍ وَامْرَأَةٍ كَرِيْمَة
(aku lewat bertemu laki-laki yang mulia dan perempuan yang mulia)
فَعِلٌ أَوْ مِفْعَالٌ أَوْ فَعِيْلٌ ¤ لِكَثْرَةٍ فَعَّالٌ أَوْ فَعُوْلٌ
Wazan فَعَّالٌ atau فَعُوْلٌ atau فَعِلٌ atau مِفْعَالٌ atau فَعِيْلٌ itu menunjukkan arti banyak.
Penjelasan Syarah:
Isim sifat yang digunakan untuk menunjukkan mubalaghoh (arti banyak dan melebih-lebihkan) itu wazannya ada lima, yaitu:
- فَعَّالٌ contoh وَهَّابٌ (yang banyak memberi).
- فَعُوْلٌ contoh شَكُوْرٌ (yang banyak berterima kasih).
- فَعِلٌ contoh جَذِرٌ (yang banyak berhati-hati).
- مِفْعَالٌ contoh مِسْقَامٌ (yang sering sakit).
- فَعِيْلٌ contoh عَلِيْمٌ (yang banyak ilmunya).
Itulah terjemah nadhom maqsud bab fi’il mudhore’ mabni maklum dan majhul. Semoga bermanfaat!
Ikuti kami di Google News untuk mendapatkan update artikel terbaru dari PediaNusantara.com.