Dalam madzhab Syafi’i, sudah umum diketahui bahwa disunahkan membaca Qunut pada rakaat terakhir salat Witir di bulan Ramadan. Berdasarkan berbagai literatur, kesunahan ini dimulai dari paruh kedua atau paruh akhir bulan Ramadan hingga akhir Ramadan. Ketentuan ini banyak dijelaskan dalam kitab-kitab hadis dan fiqih madzhab Syafi’iyah, seperti dalam Kitab Sunan al-Baihaqi.
سنن البيهقى – (ج 2 / ص 245)
أَخْبَرَنَا أَبُو الْحَسَنِ : مُحَمَّدُ بْنُ أَبِى الْمَعْرُوفِ الْمِهْرَجَانِىُّ بِهَا أَخْبَرَنَا أَبُو سَعِيدٍ : عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الرَّازِىُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ قَالَ : الْقُنُوتُ فِى النِّصْفِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Penjelasan serupa juga ditemukan dalam kitab Al-Bajuri, Juz 1 halaman 164 yakni sebagai berikut:
القنوت {في} آخر الوتر {في النصف الثاني من شهر رمضان} وهو كقنوت الصبح المتقدم في محله ولفظه ، ولا يتعين كلمات القنوت السابقة، فلو قنت بآية تتضمن دعاء وقصد القنوت حصلت سنة القنوت
Paruh Kedua, Tanggal 15 atau 16?
Hampir semua literatur yang menjelaskan ketentuan awal kesunahan ini menggunakan istilah paruh kedua atau paruh terakhir (an-nishf al-akhir) bulan Ramadan. Di sinilah sering terjadi kesalahpahaman. Ada yang menganggapnya dimulai dari tanggal 15 Ramadan, dengan asumsi bahwa jika satu bulan terdiri dari 30 hari, maka separuhnya adalah tanggal 15. Sementara yang lain memahami bahwa paruh kedua dimulai dari tanggal 16 Ramadan.
Baca Juga: Sholat Tarawih: Pengertian, Niat, Bacaan Nida’ dan Do’anya
Untuk menjawab permasalahan ini, mari kita gunakan logika sederhana. Istilah paruh kedua atau paruh akhir (an-nishf al-akhir) mengandaikan bulan Ramadan dibagi menjadi dua bagian: 15 hari pertama dan 15 hari kedua. Bagian pertama dimulai dari tanggal 1 Ramadan dan berakhir pada malam tanggal 15 Ramadan. Sedangkan bagian kedua dimulai pada malam ke-16 dan berlangsung hingga akhir Ramadan. Oleh karena itu, berdasarkan logika sederhana ini, paruh kedua atau paruh akhir di bulan Ramadan, seperti yang tercantum dalam hadis dan kitab-kitab fiqih, dimulai sejak tanggal 16 Ramadan, bukan 15 Ramadan.
Selanjutnya, kita bisa mengambil contoh dari Nisyfu Sya’ban. Pada bulan Sya’ban, berpuasa dimakruhkan sejak memasuki paruh terakhir (an-nishf al-akhir), kecuali jika puasanya adalah puasa qada, nazar, kafarat, atau disambung dengan puasa hari sebelumnya. Hal ini dijelaskan dalam Fiqh Al-Ibadat sebagai berikut:
فقه العبادات – شافعي – (ج 1 / ص 562)
وكذا يكره صوم النصف الأخير من شعبان لما روى أبو هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ” إذا بقي نصف من شعبان فلا تصوموا ” إلا لورد أو نذر أو قضاء أو كفارة فلا كراهة وكذا من وصل ما بعد النصف بما قبله ولو بيوم كأن يصوم يوم النصف ويستمر صائما إلى ما بعده فهذا تجوز له المتابعة
Dalam praktiknya, kemakruhan berpuasa di paruh akhir bulan Sya’ban dimulai sejak tanggal 16 Sya’ban, bukan 15 Sya’ban. Oleh karena itu, dalam konteks paruh akhir bulan Ramadan, awal disunahkannya membaca qunut pada rakaat terakhir salat Witir dimulai sejak malam tanggal 16 Ramadan, bukan 15 Ramadan.
Bagaimana jika Memulai Qunut Witir pada Malam ke-15 Ramadan?
Syekh Ibrahim Al-Bajuri menjelaskan bahwa dalam Mazhab Syafii, jika seseorang melakukan qunut Witir di luar paruh akhir bulan Ramadan atau tidak melakukannya saat memasuki paruh akhir bulan Ramadan, maka hukumnya makruh dan ia perlu melakukan sujud sahwi sebelum salam.
فلو قنت في غير النصف الأخير من رمضان أو تركه في النصف الأخير منه كره ذلك وسجد للسهو (الباجوري، جز 1 ص. 164).